Saturday, June 5, 2010

PESTA


Dulu namaku Supriartno…dulu sekali, sebelum aku seterkenal sekarang dengan nama DJ Art. Aku adalah raja dari segala raja yang disembah-sembah. Permainan lampu dan visual yang ada di layar belakangku adalah tahtaku. Dan seperangkat turn table dihadapanku adalah alat peledak suasana yang bisa meletupkan segala euphoria di otak mereka. Semua rakyatku ada di bawah, mereka sedang mengangkat tangan penuh hormat. Beberapa menengadahkan minuman-minuman yang dipegangnya. Mereka menggilai caraku mengontrol setiap denyut dan hentakan yang keluar dari mesin ini secara bertubi-tubi. Kilatan blitz adalah makananku sehari-hari dan teriakan rakyatku beserta dengan tepukan meriah mereka adalah asupan energiku. Aku mampu menaik-turunkan kelabilan mereka dibawah pengaruh alkohol itu. Satu rentetan bunyi panjang dan dentuman keras di akhir bisa membuat mereka histeris kegirangan. Musik adalah jiwaku dan setiap aliran nada yang keluar dari speaker adalah emosiku. Biarlah rakyatku merasakan apa yang sedang kurasakan. Kekecewaan, kemarahan, kesedihan kusalurkan di sini. Rakyat bodoh! Mereka memuja seorang raja yang dulu berstatus pengemis kasih sayang. Raja yang dulu terabaikan. Raja yang terhina karena dirinya setengah tuli. Ini adalah dendamku. Siapa yang berani bilang penyandang tuna rungu tak mampu membuat musik yang menghipnotis? Bertengkarlah denganku melalui beat-beat ini!

Arrrrrggghhhh!!!! Aku memekik kegirangan. Temanku beberapa kali memanggil namaku, “Vinaaaa…Vinaaa!!! “ tapi tak kuhiraukan. Tak ada yang boleh membuyarkan konsentrasiku menyimak DJ Art. Sudah 4 tahun ini aku berstatus penggemar beratnya. Aku menggilai kemahirannya memainkan emosiku dengan musiknya. Aku hanya dapat berdiri menganga sembari sesekali memekik tertahan melihat keindahan visual yang ditampilkan di belakang DJ Art.. Tak peduli keringat terus membulir di sekujur tubuhku. Seperti aku tidak peduli dengan pandangan teman-temanku yang menilai diriku sudah gila dan menganggap musik yang kudengarkan ini adalah musik yang dibawa oleh kaum iblis dari neraka. Memang mereka siapa hingga bisa memberi pernyataan seperti itu? Toh aku tetap menjalankan ibadahku, aku tidak merokok apalagi menenggak alkohol, aku tidak berjoget seperti orang mabuk di sini, aku tidak berbuat keji dan melakukan anarki seperti mereka yang berbuat itu dan mengatasnamakan agamaku. Dan yang terpenting aku tetap menutup auratku, jilbab ini tak akan pernah kutanggalkan walaupun aku di pesta seperti ini. Ada yang salah?

Wanita itu benar-benar menyita perhatianku dari tadi. Aku tidak dapat mempercayai mataku sendiri melihat seorang wanita cantik memakai pakaian sangat santun di acara seperti ini, lengkap dengan jilbabnya yang tertutup rapat. Dia cuma berdiri, bertepuk tangan dengan anggunnya. Tidak seperti wanita-wanita lainnya di sini yang setengah sadar dan tidak peduli pakaian minimnya masih melekat atau tidak di tubuhnya. Walau demikian, ekspresi wanita itu tidak dapat menyembunyikan perasaan senangnya mendengarkan irama musik. Damai sekali melihatnya. Sudah bertahun-tahun aku menyandang predikat playboy karena selalu berganti wanita dengan cepatnya, namun tak satupun yang membuat perasaanku sedamai ini. Inilah sosok wanita yang kucari. Dia bisa menghadirkan kenyamanan walau hanya dengan melihatnya saja. Aku berjanji, kalau saja dia bisa menerimaku, aku akan menghentikan permainanku ini dan status baru sebagai playboy insyaf ada di depan mataku. Aku berjalan mendekatinya dengan ekstra hati-hati dan…BRAKK!! Seorang wanita cantik yang sedang mabuk menabrakku dan minumannya menodai kemeja putihku. Entah karena pengaruh alkohol atau memang wanita yang menabrakku ini cantik luar biasa? Kalau begini caranya, aku rela mengundur niatku untuk melepas status playboy. Aku menjulurkan tangan dan menyebutkan namaku, Rama…

Bukan main kecewanya aku dengan cowo brengsek itu! Dua bulan lagi kami akan menikah dan dia baru mengakui kalau dirinya adalah seorang homoseksual? Pantas saja selama kami berpacaran, aku selalu merasakan cintanya bukan untukku. Aku pasti dijadikannya sebagai tameng. Semua harus tega mengorbankan atau rela dikorbankan demi sebuah predikat bernama status dan akula salah satu korbannya. Aku muak dengan segala kepalsuan dan kemunafikan hidup! Aku membuang 3 tahunku dengan percuma, mencintai sepenuh hati seseorang yang bahkan ku tak tahu cintanya untuk siapa. Aku menenggak beberapa macam jenis minuman beralkohol agar semua mimpi akan cinta dan kehangatan kembali kupegang, dan aku tidak mau terbangun lagi. Kepalaku pening luar biasa hingga tak sadar menabrak pria berkemeja putih. Rama? Rian? Dana? Siapapun namanya tadi aku tidak peduli. Mimpiku disambutnya dengan baik. Beberapa percakapan tanpa sadar akhirnya mengantarkan kami ke suatu ruang kecil di sana. Kosong, sepi…hanya ada aku, pria berkemeja putih tadi, dan satu setan yang membujuk kami untuk bercinta. Oh ya…namaku Icha.

Hingar bingar pesta ini memang bukan untukku, kebetulan saja pesta ini bertepatan dengan hari ulang tahunku. Hari di mana seharusnya aku berbahagia menikmati pergantian umurku yang ke 29 tahun. Beberapa teman menghadiahiku sebuah kue berisi dedaunan memabukkan yang mereka sebut space cake. “Happy Birthday Dhany!”, kata-kata itulah yang terngiang-ngiang di kepalaku sementara otakku sudah tidak terlalu mampu lagi mencernanya dengan baik. Zat-zat endorphin yang masuk ke dalam tubuh membuat yang lainnya tertawa menggila bersama. Seperti halnya semua yang hadir di pesta ini, semua mencari kebahagiaan walau sesat dan sesaat. Begitu pula aku. Hatiku yang sekarang disesaki kegalauan teramat sangat. Aku harus tega membongkar semuanya demi sebuah kejujuran untuk Icha dan diriku sendiri. Masa laluku yang tidak menyenangkan membuatku mencari cinta lain untuk mengganti cinta ayah yang tidak pernah kudapatkan. Aku lelah menggunakan topeng ini bertahun-tahun. Aku lelah menutupi semuanya untuk menghindari hujatan orang banyak. Bukankah sebuah perasaan tidak dapat dipaksakan keberadaannya? Aku tidak dapat memaksakan hatiku untuk mencintai Icha dan memecut hatiku untuk berhenti mencintai sahabatku sendiri, Tyo.

Aku, Satryo Notonegoro, seorang pengusaha muda yang akhir-akhir ini sering diberitakan oleh media manapun karena kesuksesannya. Panggil saja aku, Tyo. Aku memang sukses di mata kebanyakan orang. Tapi tidak untuk batinku. Aku tidak bahagia. Hidupku diatur sedemikian rupa demi sebuah status. Tyo, dari keluarga Notonegoro harus tampak sempurna sepanjang hayat. Hubunganku dengan Dhany jelas saja tidak akan pernah boleh diketahui siapapun. Aku berjuang mati-matian meletakkan hubungan asmaraku di sebuah peti kecil, menguncinya rapat-rapat dan menyembunyikannya di sebuah ruang bernama rahasia. Demi sebuah status keluargapun aku rela memenjarakan perasaanku melalui sebuah perjodohan dengan seorang gadis kerabat dekat Ayah. Aku tidak mencintainya sama sekali, dan aku yakin gadis itupun juga begitu. Ini seperti sebuah proses rehabilitasi untuk sembuh. Aku harus mengorbankan dan menyakiti hatiku sendiri demi orang lain dan demi masa depanku. Aku menenggak sebuah jus mushroom bersama teman-temanku. Pandanganku mulai kunang-kunang hingga melihat sekeliling seperti efek kaleidoscope. Aku terus melahap substansi-substansi itu dengan suka cita agar bisa bebas dari segala kepenatan dan momok bernama realita. Gadis hasil perjodohan itu ikut menyuapiku potongan spacecake yang aku berikan untuk Dhany tadi. Dan Dhany hanya dapat memberiku senyuman ikhlas tertahan.

Aku Maya, seorang gadis yang ingin hidup bahagia dan membahagiakan orang lain. Ya…aku memang sesederhana itu. Aku mengemas hidup ini dengan penuh kesederhanaan. Aku tidak suka membuat semuanya jadi rumit. Termasuk perjodohanku dengan Tyo. Aku tidak terlalu mencintainya, tapi dia tampan dan kaya. Itu seudah cukup bagiku. Aku tidak membutuhkan cintanya, karena aku tahu cintanya bukan untukku. Begitupula aku. Hidup ini adalah perjalanan. Dan sebisa mungkin perjalanan itu harus dibuat menyenangkan. Kalau di satu jalan ada kegamangan, carilah kebahagiaan di jalan lain. Aku menerima perjodohanku karena ingin membahagiakan Ayah. Tapi aku bisa mendapati kebahagianku sendiri di jalan lain tanpa perlu beliau tahu. Ini semua hanya permainan, yang kadang kala kita membuatnya rumit dengan menggantinya dengan kata status. Hari ini sahabatnya ulang tahun, kami merayakannya dengan pesta gila hingga jiwa seperti akan melompat keluar dari raga. Aku tidak tahu siapa yang dicintai Tyo, dan aku tidak peduli. Setelah menyuapinya dengan sepotong spacecake, aku beranjak ke meja DJ untuk menemui cintaku di sana. Seseorang yang sangat kukagumi sejak dulu. Seseorang yang juga mengagumiku sepenuh hatinya. Aku mencintai dia sejak dia bernama Supriartno dengan status office boy di sebuah label rekaman.

Namaku Dmaz… aku hanyalah penikmat pemandangan pesta ini.