Tuesday, May 25, 2010

Cerita Ibu Akar Tentang Anak Pohonnya

Namaku akar, sebuah bagian kehidupan keluarga pohon yang tak pernah terlihat di permukaan. Yah, memang aku tak pernah mau terlihat. Biarkan aku tertanam di liang tanah hitam dengan seonggok kebanggaan terbesar yang pernah ada. Kebanggaan ketika melihat anak pohonku sudah tinggi menjulang berusaha meraih langitnya. Biarkan aku tersenyum dalam hening melihatnya tumbuh kokoh memberikan yang terbaik untuk sekitarnya. Si kerdil yang dulu hanya dapat bermain dengan kupu-kupu bersayap mungil kini bahkan telah dapat menjadikan dirinya sebagai sangkar kehidupan makhluk bersayap raksasa lainnya. Kebanggaan tak terkatakan selalu hadir di kala menengok ke atas memperhatikan pohon kecilku telah mampu berdiri dengan megah, melihat dunia dariketinggiannya, memberikan perlindungan pada manusia saat terik ataupun terguyur hujan, menghadiahi buah-buahnya untuk para pencintanya atau bahkan merelakan pundaknya digelayuti oleh candaan anak-anak manusia yang juga sedang menggapai mimpi mereka.

Kerja kerasku tak pernah sia-sia. Menyuapinya dengan banyak nutrisi yang aku cari dengan geliat-geliat lengan akarku di tanah ini, memberinya kekuatan dari bawah agar ia dapat terus berdiri tegak walau berat sekali beban ini. Tapi aku tak pernah mau mengeluh. Buat apa mengeluh? Toh ia sudah tidak mampu mendengar bahasaku lagi karena telah tumbuh tinggi menjauhiku dan ia tengah asyik bermain sendiri dengan kawanan awan yang sama takjubnya denganku.Namun aku terus berbahagia untuknya.

Tapi tahukah ia, aku sangat merindukan kedekatanku dulu dengannya, ketika ia masih meraung membutuhkanku, ketika ia masih terhuyung terkena butiran air hujan dari surga dan aku tetap mengokohkannya dari balik tanah kelam. Apakah ia juga sama merindunya denganku? Sesekali aku ingin bertanya langsung padanya, tapi apa daya…aku hanya dapat bercerita dengan bayangannya saja setiap tengah siang, karena cuma itu yang dekat denganku. Tidak, aku tidak mau dan tidak boleh mengeluh karenanya. Aku tulus mendampinginya dulu, kini, hingga nanti pada akhirnya aku harus mati…begitu juga ia.



1 comment:

  1. uhukk.. jadi pengen tidur di kamar nyokap jadinya <-- alesan, padahal kamar sendiri panas :p

    ReplyDelete