Pukul 04.00 WIB, sebuah mobil sedan tahun 90’an berwarna biru tua tiba di suatu rumah mungil. Seorang laki-laki muda keluar dari mobil itu. Ekspresinya menunjukkan ia sedang diliputi kebosanan sekaligus kelelahan yang teramat sangat. Laki-laki itu masuk ke suatu ruangan yang didominasi warna biru dengan beberapa poster dan coretan-coretan menghiasi tembok, tempat ia mengistirahatkan dirinya dan menenangkan pikiran dari segala kerumitan yang ada. Dia menyalakan speaker I-Pod nya dan Sigur Ros-pun membantu mengendalikan pikirannya dengan menyuarakan Heima. Sketsa Vodcarino namanya. Ia bukan apa-apa, tapi siapa. Paling tidak ia berusaha untuk menjadi “siapa” untuk orang lain, terutama wanita itu. Sketsa mengambil satu buah endorphine dan merebahkan tubuhnya di kasur tanpa melepas sneakers coklatnya terlebih dahulu. Pikirannya menerawang, menerobos kepenatan yang sedang menghantuinya beberapa minggu terkahir ini. Proses hisap-buang endorphine itu beberapa kali mulai membawa dirinya masuk ke dalam absurditas memori. Ia mencoba mengingat-ingat setiap detail yang merubahnya menjadi sosok seperti saat ini.
Awal Maret 2008, Lana, seorang gadis cantik berkreativitas tinggi akhirnya menikah juga dengan seorang pemusik anak orang kaya. Sketsa sangat memuja Lana hampir 4 tahun lamanya. Mereka sudah bersahabat selama itu, menikmati setiap moment sekecil apapun. Mereka pernah tidur di jalan bersama karena mobil Lana mogok dan mereka terlalu mabuk untuk meminta bala bantuan. Mereka juga sudah menelanjangi satu sama lain dengan mengupas habis semua cerita kehidupan mereka dari A sampai Z sampai A lagi. Mereka pernah berjalan kaki tengah malam karena tidak punya uang untuk membayar taksi, dan untuk mengusir perasaan lelah mereka membuat beberapa permainan dari sebuah pensil. Itulah persahabatan Lana dan Sketsa.
Tapi masih ada satu rahasia besar milik Sketsa dan Lana tidak mengetahuinya sama sekali. Sketsa mencintainya. Mungkin teramat mencintainya hingga dia tidak mau kehilangan Lana. Ya…kata “tidak mau kehilangan Lana”-lah yang menjadikan alasan Sketsa tidak pernah memberitahu perasaannya ini. Sketsa tahu persis Lana pasti akan menjauhi bahkan meninggalkannya jika ia tahu hal ini, karena Lana memang tipe seperti itu. Apalagi Sketsa tahu Lana sedang mencintai laki-laki lain. Sketsa tidak pernah mau mencoretkan noda apapun di persahabatan mereka. Biarlah ia berkorban asalkan sosok Lana masih terus ada di sampingnya. Bodoh. Sketsa memang bodoh. Lana sudah terlanjur memberikan setitik warna merah menyala di kanvas kehidupannya. Warna mencolok yang terangnya mengalahkan semua warna lain, walau hanya setitik.
Beberapa hari sebelum Lana menikah, Sketsa kalap bukan main. Sketsa pergi ke suatu pantai, menatap dalam-dalam bauran langit dan laut, berusaha menyatukan pikiran dan emosinya. Ia meminta Tuhan segera menyelamatkan pikirannya dari kegilaan. Sehari sebelum pernikahan Lana, Sketsa datang dan memberikan pensil yang pernah mejadi kenangan persahabatan mereka yang kayunya sudah tertoreh “Goodluck to you and the King”. Itulah Sketsa, segenap hatinya sudah mengikhlaskan Lana. Sketsa yakin, pasti akan datang pensil baru ke dalam genggaman tangannya.
-----
Endorphine di tangannya sudah habis. Kini ia sibuk mencari rokok Marlboro Light milik seorang temannya yang kebetulan tertinggal. Lagu di I-Pod pun sudah berubah. Kini giliran Aqualung yang menemaninya dengan Cant Get You Out of My Mind.
A kiss is not just a kiss
A smile is more than a smile
Maybe we get together
Maybe forever
Maybe just for a while…
Thought you'd never be mine
I thought I was wasting my time
Darling every time I think of you
I can't believe it's true
Lirik-lirik yang tepat untuk dibisikkan ke telinga seorang Kias Artequila. Seorang wanita cantik, cuek, apa adanya, cerdas, sangat kreatif, mandiri dan berselera tinggi. Gadis ini yang hampir selama 4 bulan ini menemani keseharian Sketsa. Tangan sketsa meraih frame berisi foto mereka berdua dalam bentuk siluet. Ia tersenyum geli namun miris. Siluet ini penuh misteri. Andai saja mereka bebas menjadi pasangan sepenuhnya, pastinya foto yang dipajang bukanlah hanya sekedar siluet.
Akhir Maret 2008, Sketsa sengaja menyibukkan diri dengan apapun. Pastinya atas nama “melupakan Lana”. Hari itu, Sketsa menghabiskan satu hari penuh dengan beberapa orang temannya. Di situlah Sketsa sekali lagi bertemu Kias. Kias datang tidak bersama Edgar, pacarnya yang kebetulan berteman dengan Sketsa. Edgar sedang berkuliah di luar negeri. Dulu, Sketsa tidak pernah menyukai Kias karena kelakuannya yang terlalu cuek dan terkesan buruk untuk kategori WANITA. Tapi hari itu, semua pemikiran buruk Sketsa tentang Kias segera dibuyarkan dengan kelebihan-kelebihan yang Kias miliki yang selama ini tidak pernah sekalipun diketahui Sketsa. Sketsa segera mengutuk dirinya karena pernah menganggap Kias adalah seorang cewe biasa yang menyebalkan. Ternyata Kias adalah kumpulan dari segala yang luar biasa. Hari itu, Sketsa benar-benar dibuat melupakan jejak Lana sama sekali.
Sketsa mulai menyukai berteman dengan Kias, begitu juga sebaliknya. Entah gelombang magis apa yang ada saat itu, yang jelas gelombang itu sudah mampu mendekatkan mereka tanpa sadar sama sekali. Mereka saling terhipnotis untuk menggilai satu sama lain. Pemikiran mereka disatukan oleh alam. Hingga perasaan itu mulai mencoba mengetuk. Perasaan yang melibatkan naluri dan emosi. Perasaan yang seharusnya tidak boleh hadir, karena… Edgar ada di sana, mencintainya, rela mengorbankan semua nafasnya untuk kehidupan Kias. Sketsa tersadar dari mimpi indahnya, beranjak mundur sebelum semuanya berubah menjadi buruk. Sketsa tidak mau menjadi bodoh sekali lagi. Ia sudah berjanji. Sketsa pergi…lenyap. Namun Kias tidak tinggal diam...Kias mencarinya.
-----
Satu puntung rokok habis terbakar sia-sia. Sketsa hanya menghisapnya dua kali. Karena dia terlalu disibukkan dengan permainan memori yang tidak ada habisnya. Sketsa beranjak mencari minuman sisa semalam. Cuma ada Mix Max Cranberry peninggalan saudaranya. Dua teguk sudah habis. Sekarang pikirannya makin tidak karuan. Pikiran ini sudah menghantuinya dua minggu terakhir ini. M83 mengumandangkan Farewell Goodbye seakan mendukung Sketsa untuk tetap mengingat hal itu…
Sketsa menghilang hampir 2 minggu lamanya, bukan untuk menghindar tapi untuk menemukan jawaban. Apakah Sketsa benar-benar sudah bisa melupakan Lana? Apakah Sketsa menjadi “si Bodoh” sekali lagi? Apakah Sketsa mulai mencintai Kias? Dia tidak bisa membohongi dirinya sendiri. Dia sudah bisa mengikhlaskan Lana tapi sayangnya dia mulai mencintai Kias.
Sketsa menutup wajahnya dengan bantal sekeras mungkin, sampai dadanya sesak. Tapi sesaknya tidak terlalu mengganggu. Tidak seperti perasaannya saat itu…
Jumat 16 Mei 2008, mereka berdua bertemu tanpa disengaja. Emosi dan perasaan kangen tak tertahankan akhirnya meletup hingga membuahkan sebuah ciuman yang tidak akan pernah bisa dilupakan Sketsa seumur hidup. Bagaimana bisa dia mencium pacar temannya sendiri? Pergi kemana akal sehatnya yang selama ini menjunjung tinggi kata-kata Anti Pengkhianatan? Mungkin Sketsa tidak sekedar bodoh saat itu, dia bahkan sudah sinting. Tapi setolol itukah untuk merasakan cinta sekali lagi?
Setiap hitungan nano detik, Sketsa merasakan perasaan itu makin berkembang biak menjadi berjuta-juta kali lipat. Hal yang pernah dirasakannya ketika pertama kali terhipnotis oleh Lana 4 tahun lalu. Sketsa mungkin memang orang paling tolol sedunia karena telah jatuh ke lubang yang sama. Keledai yang terlalu percaya diri untuk menganggap dirinya sebagai kuda Pegasus. Sketsa tahu dia seorang Super Silly Man yang sedang terbang tinggi dengan sayap kasat matanya. Oleh karena itu dia tidak membutuhkan penegasan dari siapapun yang menyatakan bahwa tindakannya ini bodoh. Sketsa sadar benar ia salah. Satu-satunya yang benar adalah dia tidak membohongi dirinya lagi seperti ketika bersama Lana. Sketsa tidak memperdulikan orang lain yang pastinya menghujat setiap perbuatannya ini. Sketsa menganggap sekali-kali egois untuk menyenangkan diri sendiri itu wajar.
Sketsa tidak terjebak dalam kebutaan, ia masih bisa memperhitungkan logika. Keputusan yang luar biasa tidak masuk akal. Sketsa resmi berpacaran dengan Kias 16 Mei 2008 pukul 22.08 dan akan mengakhirinya 3 bulan ke depan, sampai Edgar benar-benar datang ke Indonesia karena sudah lulus. Terdengar idiot memang. Tapi Sketsa tidak peduli. Dia juga tidak peduli alasan kenapa Kias mau menerimanya sebagai orang kedua. Apakah Sketsa cuma sebagai objek penghapus rasa kehilangan Kias terhadap Edgar untuk sementara? Sketsa sama sekali tidak peduli. Yang ia tahu, ini semua adalah proses belajar. Belajar mencintai seseorang dengan sangat tulus dan tidak mengharapkan apa-apa. Bukankah banyak yang bilang cinta tak harus saling memiliki? Bukankah mereka semua bilang cinta butuh pengorbanan? Sketsa belajar banyak dari sini tentang apa arti keikhlasan dalam cinta yang sebenarnya. Sketsa benar-benar ingin menjadi “siapa” bagi orang yang dia sayangi, walau sesaat…walau hanya 3 bulan. Tetapi ia berjanji, dia akan memberikan 3 bulan ini sama berkesannya dengan 3 tahun perjalanan Kias dengan Edgar...
-----
Sketsa menghela napas panjang dan membakar satu Marlboro Light lagi. Dia membuang asapnya perlahan hingga semua beban itu juga ikut keluar dari hatinya dan menghilang membaur bersama asap-asap racun tersebut. Kini semuanya sudah semakin berhimpitan satu sama lain hingga dadanya sesak dan otaknya meronta minta ditenangkan. Tinggal 1,5 bulan lagi waktunya dengan Kias…
Berbagai cara sudah ditempuhnya untuk membuat 3 bulan ini berisi momen-momen berkesan. Mulai dari bekejaran dengan waktu untuk melihat sunset dari roof top sebuah apartment sampai-sampai dimarahi satpam, hingga bersama-sama membuat suatu karya hasil modifikasi dari kumpulan benda-benda yang paling dibenci seperti cicak-cicakan, kain polkadot, cat warna kuning dan lainnya. Karya tersebut dinamakan ANOMALY. Sketsa paling suka dengan makna dibalik ANOMALY, karena benda itu mempunyai pesan bahwa kita harus berdamai dengan segala yang dibenci dan menjadikannya sebagai sebuah hal yang menarik juga. Itulah hubungan Sketsa dan Kias. Mereka saling menggenapi. Mereka bahagia. Sketsa si bodoh bertransformasi menjadi sosok pria paling berbahagia. Sayangnya, dia tidak pernah mendapatkan dukungan akan hal ini, tidak terkecuali dari sahabat-sahabatnya sendiri. Tidak ada satu orangpun yang duduk diam, mendengarkan tanpa memberi respon negative.
1,5 bulan sudah dilewati. Berarti tinggal 1,5 bulan lagi waktu bagi Sketsa untuk memberikan momen yang lebih berarti untuk Kias. Setelah itu, semua kembali seperti semula. Kias akan tetap melanjutkan hubungannya dengan Edgar yang sudah mereka jalin selama 3 tahun. Sementara Sketsa? Pastinya sudah menerima Rapot dengan nilai yang bagus untuk pelajaran Ikhlas, Dewasa, dan pastinya pelajaran Ketulusan. Sayangnya mungkin untuk pelajaran Who’s the Right Woman, Sketsa masih harus mengulang di beberapa waktu ke depan. Itu yang ada di benak Sketsa saat ini, otomatis diapun dilanda kebingungan yang merusak sel-sel otaknya sekali lagi. Tapi kali ini dia sendirian. Tidak seorangpun yang mau membantu menenangkan pikirannya. Dia sudah terlalu muak dengan respon negative dari sahabat-sahabatnya sebelum mereka pada akhirnya memberikan wejangan-wejangan klise seperti “Kita cuma gak mau lo kenapa-kenapa”. Lalu solusinya? Tetap Sketsalah yang mencari alat pengontrol pikiran sebelum dia dimasukkan ke Rumah Sakit Jiwa. Yang sekarang menjadi sahabat setia yang selalu menemaninya adalah asupan-asupan endorphine yang dapat membuainya ke alam ketenangan bukan ketegangan.
Sebenarnya Sketsa tidak menganggap keadaan ini sebagai sebuah beban yang dapat mematikan seluruh akal sehatnya. Biar bagaimanapun juga Sketsa harus siap menerima konsekuensi bahwa dia pasti harus melepaskan kebahagiaannya 1,5 bulan lagi dengan ikhlas. Ya. Ikhlas adalah kuncinya. Sketsa sadar betul apa yang harus dia lakukan dan apa yang akan dia tuai nantinya, karena dia sudah meneken kontrak dan sudah mempertimbangkan semua konsekuensi yang ada di pasal-pasal tersebut, seperti Pasal 1 tentang Kehilangan atau pasal 3 tentang Respon Negatif.
Sore itu, Sketsa dan Kias datang ke suatu tempat, menikmati pemandangan anak-anak kecil berlarian mengejar layangan. Dari awal hingga akhir, tidak sepatah katapun datang dari mulut mereka berdua. Mereka hanya duduk, diam, saling mengerti kebisuan masing-masing seakan-akan dianugerahi kekuatan telepati. Sketsa tidak pernah memberikan pilihan untuk Kias. Karena sesungguhnya bukan Sketsa ataupun Kias yang berhak memberikan pernyataan memilih dan dipilih itu. Keadaanlah yang memegang peranan penting di sini. Keadaanlah yang berhak memilih bagaimana kelanjutan dari perjalanan pembelajaran ini.
No comments:
Post a Comment